Sunday, February 23, 2014

Review Jurnal Sosiologi Lingkungan



Judul : Environmental Sociology “A New Paradigm”  (Sosiologi Lingkungan “Sebuah Paradigma Baru”)
Penulis : William R. Catton dan Riley E. Dunlap
Penerbit : Washington State University, American

RINGKASAN :
Akhir 1970-an adalah era pertumbuhan yang dinamis dari lingkungan sosiologi Amerika.  Masalah lingkungan  mewakili apa yang disebut masalah sosiologi lingkungan. (Dunlap dan Catton 1979). Sebagai ilmuan sosial yang lebih memerhatikan masalah lingkungan, beberapa mulai untuk melihat melampaui perhatian masyarakat terhadap masalah lingkungan ke hubungan yang mendasari antara modern, masyarakat industri dan lingkungan fisik yang mereka tempati. Kepedulian dengan penyebab pencemaran lingkungan adalah dilengkapi dengan fokus pada dampak sosial dari polusi dan keterbatasan sumber daya.
Berbeda dengan Human Exemptionalist Paradigm  (HEP) , Catton dan memajukan Dunlap "New Environmantal Paradigm (NEP) " yang mereka melihat sebagai lensa mental yang bersaing dan dasar untuk pembenahan teori sosial. Asumsi utama dari NEP adalah sebagai berikut :
1.      Meskipun manusia memiliki karakteristik yang luar biasa (budaya, teknologi, dll), mereka hanya satu di antara banyak spesies yang saling bergantung yang terlibat dalam ekosistem global.
2.      Urusan manusia dipengaruhi tidak hanya oleh faktor sosial dan budaya, tetapi juga oleh hubungan yang rumit sebab, efek, dan umpan balik dalam wadah alam, dengan demikian tujuan tindakan manusia memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan banyak.
3.      Manusia hidup dan tergantung pada lingkungan biofisik terbatas yang memberlakukan pengekangan fisik dan biologis kuat terhadap urusan manusia.
4.      Namun banyak cipta manusia atau kekuatan berasal daripadanya mungkin tampak untuk sementara melampaui daya-dukung, hukum ekologi tidak dapat dicabut.
New  Environmantal Paradigm (NEP) alternatif ekologis dari Human Exemptionalist Paradigm.


KOMENTAR :
Dimana praktek sosiologi untuk masa yang akan datang  harus melihat hubungan antara manusia/masyarakat dan lingkungan biofisik, di jurnal ini dibahas anjuran untuk suatu paradigma baru bagi hubungan antara manusia/masyarakat dengan lingkungannya sehingga disiplin ilmu ini tidak lagi mengabaikan hubungan masyarakat dengan lingkungan biofisiknya.
Untuk keberlagsungan  kehidupan manusia/masyarakat dimasa yang akan datang, yaitu Human Expetionalism Paradigm (HEP) yaitu paradigma yang beraliran antroposentism (manusia sebagai pusat atau penentu alam) ke paradigma baru yang lebih mengacu pada lingkungan yaitu New Environmental Paradigm (NEP) tentang hubungan antara manusia dengan lingkungan ekologisnya, dengan demikian diharapkan adanya kestabilan di fungsi lingkungan bagi kehidupan manusia.

Kondisi Perekonomian Indonesia Saat Ini



Kondisi perekonomian Indonesia saat ini tidak seimbang. Dari berbagai kota yang pernah dikunjungi, pasti pernah terlintas di benak bahwa betapa banyaknya ketimpangan di negeri nan hijau ini. Di satu kawasan, berderet rumah besar, bagus, arsitektur indah, penghuninya sudah ditambah dengan beberapa pembantu, dan deretan mobil mewah pun ada di halaman.
Sebaliknya, masih banyak deretan rumah kardus dan rumah-rumah berpapan bekas dengan keadaan MCK seadanya atau kadang tak ada sama sekali hingga harus menumpang ke masjid. Itulah gambaran sekilas kondisi perekonomian Indonesia saat ini dilihat dari kondisi rumah tinggal rakyatnya.

Masalah Perekonomian Indonesia Saat Ini
Masalah perekonomian di Indonesia yang sempat terjadi bukan hanya masalah deflasi dan inflasi. Sektor ekonomi riil, seperti industri rumah tangga, pangan, maupun jasa, pun terkadang masih mengalami hambatan hingga saat ini sehingga masalah perekonomian yang ada di Indonesia belum tuntas sepenuhnya.
Jika kita mau menghubungkan masalah perekonomian Indonesia dengan pengangguran dan kemiskinan, tentu kondisi ekonomi Indonesia masih jauh disebut stabil. Usaha pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pokok pun seringkali mengalami kendala.
Alhasil, kita harus berulang-ulang mengimpor beras atau gandum dari negara lain. Output pertanian kita sampai sekarang masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok dalam negeri. Inilah salah satu masalah perekonomian di Indonesia.
Kita pernah punya cerita manis dan membanggakan soal ketahanan pangan Indonesia. Ketika Sutan Sjahrir menjadi perdana menteri, Indonesia pernah memberikan bantuan beras kepada India sebanyak 2.000 ton. Prestasi yang sangat luar biasa di saat republik baru seumur jagung.
Namun, bagaimana dengan masalah perekonomian di Indonesia sekarang? India kini telah menjadi bagian dari kekuatan ekonomi Asia yang sangat diperhitungkan, di samping Cina dan Jepang. Berikut ini beberapa masalah perekonomian dilihat dari sektor usaha mikro dan jalur distribusi.
1. Usaha Mikro
Masalah perekonomian di Indonesia salah satunya adalah mengenai usaha mikro. Memang, pemerintah sudah berusaha sebisanya untuk meningkatkan usaha mikro atau usaha kecil.
Bantuan-bantuan berupa dana, penyuluhan, serta kerja sama, pun tidak jarang dilakukan pemerintah dengan pengusaha kecil untuk mengatasi masalah pereonomian di Indonesia ini. Kendala bisanya datang dari persoalan klasik yang hingga kini masih terus berlangsung, yakni birokrasi.
Panjangnya jalur birokrasi di negara kita dalam rangka penyaluran bantuan dan penuntasan masalah perokonomian di Indonesia seringkali menimbulkan keengganan para pengusaha kecil untuk mengambil kesempatan tersebut. 
Mereka mengajukan permohonan dana bantuan dengan membawa proposal dari satu meja birokrasi ke meja yang lain. Tidak jarang pula, di antara mereka menjadi putus asa karena lamanya proses permohonan dan malasnya menghadapi permainan birokrasi. inilah salah satu sebab kenapa masalah perekonomian yang ada di Indonesia sulit diatasi.
Usaha rumah tangga, kerajinan tangan, makanan, dan industri mode, terkadang dihadapkan pula pada persaingan yang tidak setara dengan produk-produk luar negeri. Kampanye pemerintah dalam rangka mendorong kecintaan masyarakat untuk menggunakan produk dalam negeri menjadi tidak berarti ketika impor komoditi terus bertambah. Iklim persaingan yang tidak setara ini muncul karena jumlah kekayaan modal yang dimiliki pengusaha kecil jauh berbeda dengan yang dimiliki para taipan.
Tidak jarang, pengusaha kita seringkali banting setir, berpindah dari satu jenis usaha ke jenis usaha lain. Itu masih dalam kondisi survive, namun beberapa di antara mereka harus rela untuk gulung tikar. Satu hal kecil bagi peningkatan sektor ekonomi mikro yang belum tersentuh pemerintah adalah pendayagunaan pariwisata.
Di Jawa Barat saja, masih banyak alam yang menarik untuk dijadikan pariwisata tetapi belum tersentuh oleh pemerintah. Apa hubungan antara pariwisata dengan ekonomi rakyat dan masalah perekonomian di Indonesia?
Biasanya, ketika di suatu daerah terdapat tempat pariwisata, geliat usaha rakyat akan ikut terdorong. Tengok saja di pantai-pantai yang sudah dikelola dengan baik. Banyak penduduk setempat yang dapat membuka usaha warung makan, bengkel kendaraan, hingga tempat penginapan sederhana. Begitupun, usaha mikro yang dikelola dengan modal rendah tanpa dilengkapi pengetahuan manajemen yang memadai.
Alhasil, usaha hanya dilakukan untuk menyambung hidup dan mempertahankan agar tetap ada. Mereka kesulitan untuk melakukan ekspansi usaha maupun akumulasi modal. Di sinilah, peran pemerintah sangat dibutuhkan dalam menangani masalah perkonomian di Indonesia yang berhubungan dengan usaha mikro.
2. Jalur Distribusi
Distribusi adalah masalah perekonomian di Indonesia yang juga perlu dibenahi. Distribusi merupakan bagian penting dari sebuah kegiatan ekonomi. Lancar atau tidaknya jalur distribusi akan berpengaruh terhadap pasar dan kekuatan ekonomi masyarakat. Terkadang, jalur distribusi yang harus dilewati seseorang begitu panjang sehingga memakan banyak biaya sehingga menjadikannya sebagai masalah perekonomian yang ada di Indonesia yang sudah mentradisi. 
Sebagai contoh, ketika harga cabai di pasar melonjak. Secara sederhana, mestinya petani cabai mendapat keuntungan dari kenaikan ini. Fakta berbicara lain, sebagian besar mereka sama sekali tidak mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga di pasar.
Kondisi ini muncul karena jalur distribusi cabai dari petani hingga ke pasar begitu panjang. Para petani yang tidak memiliki akses langsung ke pasar biasanya menjual hasil panen ke penadah cabai dengan harga yang sudah disepakati. Seharusnya, masalah perkonomian di Indonesia ini harus cepat diatasi. 
Dari penadah, masuk ke tengkulak yang lebih besar dan harganya pun semakin bertambah. Pertambahan ini dipengaruhi pula oleh biaya distribusi yang harus dikeluarkan. Ketika persediaan cabai di pasar berkurang, otomatis harga akan sangat melambung dan keuntungan sudah ada di depan mata para tengkulak.
Petani yang menjadi produsen semestinya mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga. Namun, karena jalur distribusi yang panjang, mereka menjadi pihak yang sangat dirugikan.
Kondisi Perekonomian Indonesia Dilihat dari PDB
Pendapat Domestik Bruto (PDB) Indonesia saat ini menempati urutan ke-18 dari 20 negara yang mempunyai PDB terbesar di dunia. Hanya ada 5 negara Asia yang masuk ke dalam daftar yang dikeluarkan oleh Bank Dunia. Kelima negara Asia tersebut adalah Jepang (urutan ke-2), Cina (urutan ke-3), India (urutan ke-11), dan Korea Selatan (urutan ke-15).
Indonesia yang kini mempunyai PDB mencapai US$700 miliar, boleh saja berbangga. Apalagi, dengan pendapatan perkapita yang mencapai US$3000 per tahun menempatkan Indonesia di urutan ke-15 negara-negara dengan pendapatan perkapita yang besar.
Belum lagi, Indeks Harga Saham Gabungan yang mencatat rekor terbaik se-Asia Pasifik pada 2010. Bisakah indikator ini dijadikan satu-satunya patokan untuk melihat kondisi perekonomian Indonesia yang sebenarnya?
Ada dua cara penghitungan PDB, pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan. Namun, umumnya, digunakan pendekatan pengeluaran yang dirumuskan PDB = konsumsi + investasi + pengeluaran pemerintah + ekspor-impor.
Konsumsi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga, investasi oleh sektor usaha, pengeluaran pemerintah oleh pemerintah, dan ekspor dan impor yang melibatkan sektor luar negeri.
Dari rumus tersebut dapat dilihat bahwa jika kemiskinan masih terjadi di beberapa tempat, itu artinya ada ketimpangan penyebaran dan pemerataan pertumbuhan ekonomi dari satu tempat ke tempat lain.
Hal ini dapat menimbulkan kecemburuan sosial dan berpotensi konflik yang disebabkan oleh rasa iri dan benci. Untuk meredam potensi konflik tersebut, ada beberapa jalan yang bisa diambil, baik oleh pihak swasta maupun oleh pihak pemerintah.
1. Pihak Swasta
Adanya lembaga-lembaga swadaya masyarakat, seperti Dompet Dhu’afa, bekerja sama dengan Institute Kemandirian yang berusaha mencetak para kaum muda berpotensi menjadi hebat sebagai pejuang ekonomi adalah salah satu cara membuat pemerataan pertumbuhan ekonomi dapat dirasakan oleh semakin banyak rakyat Indonesia.
2. Pihak Pemerintah
Sinergi antarkementerian harus dibuat semakin solid dan saling mendukung, sehingga tidak tumpang tindih dan lebih banyak bermanfaat bagi masyarakat. Kampanye pembentukan jiwa kewirausahaan, seperti seminar bertaraf internasional, adalah salah satu jalan membangkitkan potensi jiwa-jiwa pejuang ekonomi yang pantang menyerah dan penuh kreativitas tinggi.
Oleh karena itu, perkonomian yang sejahtera dan berkembang dapat dimulai dari diri sendiri. Hidup hemat adalah awal dari membangun perekonomian di Indonesia.  Penduduk Indonesia yang konsumtif tidak mencerminkan hidup hemat dan sejahtera. Lihat saja, barang yang didatangkan dari luar Indonesia, dapat terjual laris dipasaran karena pola hidup masyarakat Indonesia yang konsumtif.
Selain itu, rata-rata penduduk Indonesia selalu menginginkan barang yang baru, padahal barang yang lama masih dapat dipakai. Itulah satu sebab perekonomian di Indonesia tidak merata. Yang kaya tetap kaya dan yang miskin tetap miskin. Tidak ada pemerataan kesejahteraan.
Untuk itu, mulailah dari diri sendiri dengan menjalani pola hidup yang hemat dan teratur. Apabila barang yang dimiliki masih dapat dipakai, maka manfaatkanlah dengan baik. Atau, membeli barang yang baru dan barang yang lama dapat diberikan kepada orang yang membutuhkan.
Sikap saling memberi dan berbagi juga dapat membantu meningkatan perekonomian yang ada di Indonesia. Pemerataan kesejahteraan masyarakat akan terwujud karena sikap saling berbagi dan memberi tersebut. Demikian sekilas uraian mengenai kondisi perekonomian Indonesia saat ini.

http://www.anneahira.com/kondisi-perekonomian-indonesia-saat-ini.htm

Konsep Ideal Manajemen Pembangunan Ekonomi Di Indonesia



Pembangunan adalah proses menuju perubahan, perkembangan dari suatu kesulitan menuju kearah kemudahan. Pembangunan juga merupakan pembebasan dari kesengsaraan. Maka pembangunan merupakan konsep permberdayaan manusia untuk mencapai tujuan aman, tentram, sejahtera dan sentosa bagi umat manusia.
Teori pembangunan belakangan ini tidaklah ditujukan semata-mata pada penjelasan mengapa tidak terjadi pertumbuhan yang pesat di kalangan bangsa-bangsa berkembang. Teori itu juga menyelidiki faktor-faktor dasar yang merangsang pembangunan dan proses-proses antar-sektor serta antar-masa yang menjadi penyebab terjadinya pengumpulan serta pertumbuhan modal.
Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara dan pemerataan pendapatan bagi penduduk suatu negara.

Pembangunan ekonomi tak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi (economic growth); pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi.

Yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan GNP riil di negara tersebut. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.

Menurut McLeod, 1995 ( seorang pakar management ) : Seseorang harus mengelola lima jenis sumber daya utama yaitu :
  1. Manusia
  2. Material
  3. Mesin (fasilitas dan energi)
  4. Uang (capital)
  5. Informasi ( data )

Pembangunan ekonomi diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk meningkat dalam jangka panjang. Di sini terdapat tiga elemen penting yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi



1.      Kondisi Pembangunan Ekonomi di Indonesia saat ini
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada beberapa tahun menunjukan peningkatan dan pada tahun-tahun lainnya mengalami penurunan.







Secara umum perekonomian Indonesia pada periode sebelum krisis ekonomi (1986-1996) mengalami pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi, yaitu antara 6,47 sampai 9,12 persen per tahun dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi pada periode tersebut sebesar 7,76 persen. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 1991, yaitu sebesar 9,11 persen menjadi pertumbuhan tertinggi yang pernah dimiliki Indonesia.

Pada saat krisis ekonomi melanda negeri ini (1997-1999), perekonomian Indonesia memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi yang sangat rendah yaitu sekitar -2,68 persen. Pertumbuhan ekonomi paling rendah terjadi pada tahun 1998, dimana pertumbuhan ekonomi Indonesia pada saat itu adalah -13,24 persen dan menjadi pertumbuhan terendah yang pernah dimiliki oleh Indonesia. Perlambatan pertumbuhan ekonomi ini sebenarnya sudah mulai terjadi pada tahun 1997, pertumbuhan ekonomi saat itu sebesar 4,59 persen, turun sebesar 3,19 persen dari tahun sebelumnya. Kemudian pada tahun 1998 pertumbuhan ekonomi Indonesia turun lebih besar lagi akibat adanya krisis ekonomi, yaitu turun sampai 8,65 persen dari tahun sebelumnya. Pada tahun 1999 perekonomian Indonesia mulai membaik, hal ini terlihat dari angka pertumbuhan ekonomi yang berhasil naik 12,63 persen dari pertumbuhan tahun 1998.
Pada periode pemulihan setelah krisis ekonomi (2000-2007) pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali naik, yaitu sebesar 3,83 sampai 6,35 persen dengan rata-rata pertumbuhan pada periode tersebut sekitar 5,04 persen. Pada tahun 2008 perekonomian dunia diguncangkan dengan adanya krisis global, namun adanya krisis global ini ternyata tidak terlalu berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak mengalami penurunan yang cukup berarti seperti saat periode krisis ekonomi, pada tahun 2008 pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 6,01 persen, turun 0,33 persen dibandingkan pertumbuhan pada tahun 2007.  

Dampak adanya krisis global ini justru baru dirasakan pada tahun 2009. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 ternyata mengalami penurunan yang lebih besar jika dibandingkan dengan penurunan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2008. Pada tahun 2009 pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 4,58 persen, jika dibandingkan tahun 2008 pertumbuhan ekonomi tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 1,44 persen. Pada tahun 2010 kondisi perekonomian Indonesia kembali menunjukkan kondisi yang cukup baik, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2010 tumbuh 6,1 persen, meningkat dibandingkan tahun 2009 dan mampu lebih tinggi dari tahun 2008. 
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga kuartal I-2013 hanya 6,02 persen, turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 6,3 persen.Kepala BPS Suryamin mengatakan produk domestik bruto (atas dasar harga berlaku) hingga kuartal I-2013 naik dari Rp 1.975,5 triliun menjadi Rp 2.146,4 triliun.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal I-2013 hanya 6,02 persen, naik 1,41 persen dibanding kuartal IV-2012, kata Suryamin saat konferensi pers di kantornya, pertumbuhan ekonomi Indonesia di periode tersebut yang tertinggi (secara per kuartal) adalah sektor pertanian peternakan, kehutanan dan perikanan (23,06 persen), keuangan, real estate dan jasa perusahaan 2,96 persen serta pengangkutan dan komunikasi 1,57 persen.
Sementara bila dilihat secara tahunan, kontribusi pertumbuhan domestik bruto tersebut adalah sektor pengangkutan dan komunikasi 9,98 persen, keuangan, real estate dan jasa perusahaan 8,35 persen serta konstruksi 7,19 persen. "Seluruh sub sektor semuanya tumbuh kecuali sektor pertambangan dan penggalian," tambahnya.
Sektor pertambangan dan penggalian masih mengalami kenaikan 0,02 persen secara kuartalan. Namun secara tahunan  mengalami penurunan 0,43 persen, sehingga kontribusi ke total PDB Indonesia mengalami penurunan 0,03 persen.
Sektor pertambangan dan penggalian mengalami penurunan karena produksi minyak dan gas (migas) Indonesia mengalami penurunan dari target di APBN 2013 sebesar 900.000 barel per hari menjadi hanya 830.000 barel per hari.Selain itu juga disebabkan karena turunnya minyak mentah dan penyusutan cadangan minyak menjadi 3,59 miliar barel, tambahnya.
Sebelumnya, Pelaksana tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro memperkirakan pertumbuhan ekonomi triwulan pertama 2013 berada pada kisaran 6,2 persen hingga 6,3 persen.
2.      Seharusnya pembangunan ekonomi di Indonesia
Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama tiga dekade terakhir diakui telah banyak memberikan kemajuan materiil, tetapi mengandung dua masalah serius. Pertama, perekonomian Indonesia masih sangat rentan terhadap kondisi eksternal dan volatilitas pasar finansial dan komoditas. Kedua, kemajuan ekonomi yang telah dicapai ternyata sangat tidak merata, baik antardaerah maupun antar kelompok sosial ekonomi. Kemajuan materiil yang telah dicapai melalui strategi pertumbuhan selama 30 tahun terakhir ini tidak banyak memberikan sumbangan yang sesungguhnya terhadap “pembangunan”.
Hal ini selanjutnya membawa kita pada dilema pokok dalam gagasan pembangunan, yaitu adanya perdebatan di antara para pakar tentang strategi yang seharusnya didahulukan, antara pertumbuhan dan pembangunan. Kelompok pertama menyatakan, bahwa pertumbuhan ekonomi harus didahulukan untuk mencapai tujuan-tujuan lain dalam pembangunan. Kelompok lainnya berpendapat, bahwa bertolak dari tujuan yang sebenarnya ingin dicapai, maka aktivitas yang berkaitan langsung dengan masalah pembangunan itulah yang seharusnya didahulukan, sehingga tercapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Perdebatan ini menarik untuk diikuti karena masing-masing kelompok berpendapat dengan argumen yang kuat.
Selama aspek kelembagaan belum diperhatikan dengan baik, maka akan sulit untuk merumuskan dan melaksanakan aktivitas pembangunan yang mendukung terwujudnya pemerataan sosial, pengurangan kemiskinan, dan usaha-usaha peningkatan kualitas hidup lainnya. Aspek kelembagaan ini berperan penting dalam meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat, khususnya masyarakat miskin, dalam memanfaatkan kesempatan ekonomi yang ada. Inovasi dalam kebijakan publik semacam ini akan senantiasa memberikan perhatian terhadap tiga hal penting, yaitu etika,  hukum, dan ilmu ekonomi.
Etika menekankan pada persepsi kolektif tentang sesuatu yang dianggap baik dan adil, untuk masa kini maupun mendatang. Hukum menekankan pada penerapan kekuatan kolektif untuk melaksanakan ethical consensus yang telah disepakati. Sementara itu, ilmu ekonomi menekankan pada perhitungan untung rugi yang didasarkan pada etika dan landasan hukum suatu negara.        
Banyak ekonom Indonesia yang berkiblat pada teori ekonomi neoklasik tanpa mempertimbangkan sesuai tidaknya teori tersebut untuk dikembangkan dan diterapkan pada kebijakan ekonomi Indonesia. Proponen paham ini mengambil konsep-konsep ekonomi neoklasik secara murni, yaitu dengan mengedepankan metode deduktif dan menganggap ilmu ekonomi sebagai ilmu positif yang dapat diterapkan secara umum di mana saja, tanpa mempertimbangkan perbedaan nilai-nilai kultural dan sosial suatu bangsa (value free).
Berkaitan dengan hal ini, penulis buku melihat pentingnya Ekonomi Pancasila sebagai fondasi moral kebijakan pembangunan Indonesia. Yang ironis, Pancasila sebagai prinsip etika ditolak oleh ekonom neoklasik serta dianggap tidak relevan dan tidak konsisten dengan ilmu ekonomi barat yang “value-free”. Seolah-olah Ekonomi Pancasila tidak dapat memberikan sumbangan pada perkembangan ekonomi modern. Akibatnya, konsep ilmu ekonomi impor yang cenderung menekankan pada liberalisme, individualisme, dan memandang uang sebagai segala-galanya, lebih dikenal luas dan dianggap cocok untuk diterapkan pada perekonomian Indonesia.
Mengubah pandangan para ekonom yang sudah terlanjur fanatik terhadap konsep-konsep tersebut tidaklah mudah. Salah satu yang dapat dilakukan pada saat ini adalah mengubah isi dan metoda pengajaran ilmu ekonomi di Indonesia. Pengajaran ilmu ekonomi hendaknya tidak terlalu mengarah kepada ilmu ekonomi Barat (American economics textbooks). Teori-teori yang diajukan harus disesuaikan dengan situasi di Indonesia melalui empirical inductive methodology.                           
Bertolak dari pengalaman kegagalan perekonomian Indonesia melaksanakan dua sistem ekonomi terdahulu (yaitu Sistem Ekonomi Terpusat pada periode 1959-1960 dan Sistem Kapitalis Liberal dengan teori Neoklasik yang tidak terkendalikan pada periode 1966-1997), maka Ekonomi Pancasila menawarkan arahan baru bagi perekonomian Indonesia.
Pancasila mengandung tekad bangsa untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia melalui ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan kemanusiaan sebagai dasar-dasar etika (ethical foundation) serta nasionalisme dan demokrasi sebagai pedoman/metode kerja idealnya (guiding ideals). Aspek-aspek penting yang terdapat dalam Ekonomi Pancasila antara lain adalah partisipasi dan demokrasi ekonomi, pembangunan daerah (bukan pembangunan di daerah), nasionalisme ekonomi, dan pendekatan multidisipliner terhadap pembangunan.
Partisipasi diartikan sebagai keikutsertaan seluruh rakyat Indonesia dalam mewujudkan cita-cita demokrasi ekonomi yang terkandung dalam Pasal 33 UUD 1945 sementara demokrasi ekonomi itu sendiri berarti bahwa produksi dilakukan oleh semua untuk mencapai keuntungan semua di bawah kepemimpinan dan pengawasan semua anggota masyarakat. 
Pembangunan ekonomi Indonesia yang direncanakan, diatur, dan dikendalikan  secara terpusat merupakan serangkaian kegiatan “pembangunan di daerah”, bukan “pembangunan daerah”. Dalam hal ini daerah hanya mendapat alokasi dana untuk menjalankan program nasional yang ada di daerah tersebut. Proses seperti itu seringkali tidak didasarkan pada aspirasi penduduk daerah setempat.
Nasionalisme ekonomi di Indonesia sempat muncul sekitar tahun 1960-an. Saat itu Indonesia bertekad untuk memajukan perekonomiannya dengan modal dan kekuatannya sendiri. Hal ini antara lain ditunjukkan dengan keluarnya Indonesia dari PBB dan organisasi keuangan internasional (IMF dan Bank Dunia). Namun hal ini tidak bertahan lama. Tahun 1980-an hingga kini perekonomian Indonesia sangat dipengaruhi oleh paham kebijakan liberal dan global. Pengambil kebijakan masih memandang urgensi modal dana dari luar negeri untuk mempercepat pemulihan ekonomi dan menghasilkan pertumbuhan ekonomi serta menjalankan pembangunan bagi masyarakat banyak. Kebijakan liberalisasi berlebihan ini telah memicu isu nasionalisme ekonomi, seperti misalnya aksi penolakan privatisasi BUMN dan penjualan aset nasional kepada pihak asing.
Pembangunan ekonomi Indonesia selama ini masih banyak berpedoman pada konsep-konsep ekonomi barat yang belum tentu sesuai dengan kondisi kultural, etika, sosial, dan politik yang ada di Indonesia. Ajaran teori-teori ekonomi neoklasik seolah-olah telah diangap sebagai agama (Nelson, 2001). IMF sebagai proponen ideologi tersebut telah memaksakan resep kebijakan berideologi neoklasik ke dalam dokumen Letter of Intent (LoI) Indonesia. Setelah lima tahun pelaksanaan LoI, ekonomi Indonesia belum menunjukkan titik cerah. Setidaknya observasi ini memberikan petunjuk bahwa konsep berpaham neoklasik tidak selamanya ampuh.
Pakar ekonomi pembangunan, misalnya Todaro (2001), juga mengulas pentingnya aspek budaya lokal dalam  proses pembangunan. Gagasan Profesor Mubyarto mengenai Ekonomi Pancasila dalam buku ini menawarkan revitalisasi moral ekonomi Indonesia. Jelas ini bukan dimaksudkan sebagai alternatif “agama” baru. Namun, gagasan Ekonomi Pancasila tersebut saat ini masih berada dalam tataran etika, moral, ide, dan ideologi. Untuk itu perlu dilakukan usaha-usaha lebih lanjut yang memungkinkan Ekonomi Pancasila menjadi  practicable dan menjadi landasan moral pengambilan kebijakan. Pembangunan tidak hanya berfokus pada terciptanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi juga pada terwujudnya kualitas hidup yang lebih baik, pemerataan, dan keadilan sosial. Pembangunan harus menempatkan kepentingan rakyat banyak pada urutan pertama.

3.      Solusi Pembangunan Ekonomi
Dalam usaha untuk menanggulangi kemiskinan dan ketidakmerataan distribusi pendapatan di negara-negara berkembang, maka perlu diketahui bagaimana cara terbaik untuk mencapai tujuan tersebut. Kebijaksanaan ekonomi apa saja yang dapat dilaksanakan oleh pemerintah negara-negara berkembang untuk menanggulangi kemiskinan dan ketidakmerataan, sambil tetap mempertahankan atau meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi. Apabila perhatian lebih ditujukan pada kewajaran distribusi pendapatan pada umumnya, dan upaya untuk meningkatkan tingkat pendapatan golongan ekonomi bawah 40 % penduduk pada khususnya, maka perlu dipahami berbagai faktor yang mempengaruhi distribusi pendapatan di dalam perekonomian, dan perlu juga diketahui upaya-upaya pemerintah agar dapat mempengaruhi atau mengubah efek yang tidak menguntungkan dari kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut.
Menurut W.Arthur Lewis (Perencanaan Pembangunan: Dasar-Dasar Kebijakan Ekonomi,1962) semua pemerintah modern menjunjung tinggi asas persamaan dan berupaya menghapuskan pendapatan yang di satu pihak berlebihan banyaknya sedangkan di lain pihak terlalu sedikit. Untuk menjawab ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : (1) Membagikan kembali pendapatan itu dengan cara pemungutan pajak; (2) Mengubah faktor-faktor pokok yang menentukan distribusi pendapatan sedemikian rupa sehingga distribusi pendapatan sebelum pengambilan pajak telah menjadi sama. Irma Adelman dan Cynthia Taft Morris dalam Lincolin Arsyad (Ekonomi Pembangunan,1988) mengemukakan delapan faktor yang menyebabkan Ketidakmerataan Distribusi Pendapatan di Negara-negara Berkembang : (1) Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan pendapatanp per kapita semakin menurun; (2) Inflasi, dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang; (3) Ketidakmerataan pembangunan antar daerah; (4) Investasi yang boros dalam proyek-proyek yang padat modal, sehingga persentase pendapatan dari harta tambahan lebih besar dibandingkan dengan persentase pendapatan yang berasal dari kerja, sehingga jumlah pengangguran bertambah; (5) Rendahnya mobilitas sosial; (6) Pelaksanaan kebijakan industri substitusi impor yang mengakibatkan melonjaknya harga barang hasil industri untuk melindungi kepentingan usaha-usaha kapitalis ; (7) Memburuknya nilai tukar bagi negara-negara sedang berkembang dalam perdagangan internasional dengan negara maju; (8) Hancurnya sentra industri kerajinan rakyat (usaha kecil dan menengah, UKM) dan koperasi. Anne Booth dan R.M.Sundrum dalam H.W. Arndt (Pembangunan dan Pemerataan Pembangunan di Masa Orde Baru,1983), ada enam determinan distribusi pendapatan di Indonesia, yaitu : (1) Pemilikan dan distribusi tanah pertanian; (2) Perolehan lahan; (3) Penggantian upah dan tenaga kerja di pedesaan; (4) Term of trade sektor pertanian; (5) Perolehan pekerjaan, pendapatan, dan pendidikan; (6) Disparitas perkotaan-pedesaan.
Menurut M. P. Todaro (Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga, 2004), ada empat bidang luas yang terbuka bagi intervensi pemerintah masing-masing berkaitan erat dengan keempat element pokok yang merupakan faktor-faktor penentu utama atau baik tidaknya kondisi-kondisi distribusi pendapatan di sebagian negara berkembang. Adapun keempat elemen pokok tersebut adalah : (1) Distribusi fungsional; (2) Distribusi ukuran; (3) Program redistribusi pendapatan; (4) Peningkatan distribusi pendapatan langsung, terutama bagi kelompok-kelompok masyarakat yang berpenghasilan relatif rendah. Pendapat senada disampaikan Adler Manurung (Kompas 18/12/2005), melebarnya kesenjangan kedua kelompok sosial ekonomi diakibatkan oleh belum terarahnya distribusi belanja pemerintah. Ketidakterarahan ini menyebabkan belanja investasi menjadi tersendat. Akibatnya, meski secara nilai pertumbuhan ekonomi cukup tinggi, namun secara realitas kurang berkualitas. Pada gilirannya, hal ini memerlukan optimalisasi belanja pemerintah. Ini akan mampu memberikan suntikan investasi bagi yang lain. Perbaiki itu jalan jalan. Itu akan mendorong rakyat kecil mendapatkan pendapatan. Kalau mereka dapat uang, daya beli mereka akan naik.
4.      Sistem Ekonomi Koperasi
Sebagai suatu sistem ekonomi, koperasi tentu memiliki jiwa/ideologi tertentu yang menjadi karakteristiknya. Untuk memahami karakteristik koperasi Indonesia, marilah kita tengok kembali konsep dasar koperasi Indonesia, khususnya yang menyangkut pengertian dan nilai-nilai dasar, serta prinsip-prinsip koperasi.

Koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat
Ekonomi rakyat berarti ekonomi yang berorientasi pada keterlibatan rakyat banyak, sehingga aktivitas ekonomi (produksi dan distribusi) harus sebesarbesarnya dilaksanakan oleh rakyat atau melibatkan rakyat banyak. Oleh karena itu, sebagai gerakan ekonomi rakyat, koperasi akan menjadi wadah aktivitas ekonomi rakyat yang ada di sekitarnya. Dalam hal ini koperasi diharapkan dapat membina dan mengembangkan aktivitas ekonomi rakyat, sehingga rakyat dapat meningkatkan kesejahteraannya.

D. Koperasi sebagai Solusi Masalah Perekonomian Indonesia
Sekarang marilah kita coba mengaitkan koperasi sebagai suatu sistem ekonomi dengan permasalahan perekonomian Indonesia seperti yang telah dipaparkan di muka.

1. Koperasi dan Kemiskinan
Makna yang terkandung dalam pengertian koperasi telah menjelaskan bahwa koperasi merupakan gerakan ekonomi rakyat. Dalam hal ini, koperasi akan menjadi wadah kegiatan ekonomi rakyat yang pada umumnya merupakan kelompok menengah ke bawah (miskin). Mereka ini pada umumnya tidak mungkin tertampung pada badan usaha lain seperti Firma, CV, maupun PT. Dengan wadah koperasi, mereka akan dapat mengembangkan kegiatan ekonominya, sehingga dapat meningkatkan pendapatannya. Hal ini tentu dengan catatan: koperasi tersebut harus memiliki kemampuan untuk membina dan mengembangkan kegiatan ekonomi mereka. Oleh karena itu koperasi harus benar-benar dikelola secara profesional agar mampu menjadi wadah kegiatan ekonomi rakyat yang kondusif. Apabila hal ini dapat dilaksanakan pada setiap wilayah kecamatan, niscaya kemiskinan rakyat di seluruh penjuru Indonesia secara bertahap akan dapat diperbaiki kehidupan ekonominya.

2. Koperasi dan Ketidakmerataan Pendapatan
Apabila manajemen koperasi dilaksanakan secara benar dan profesional, maka rakyat yang menjadi anggota koperasi akan meningkat taraf hidupnya sesuai dengan tujuan koperasi. Dalam peningkatan taraf hidup ini berarti terjadi peningkatan kemampuan ekonomi (pendapatan/daya beli) dan peningkatan
kemampuan non ekonomi (misalnya: pendidikan dan sosial). Dengan peningkatan kemampuan pendidikan dan sosial, mereka tentu akan lebih mampu meningkatkan lagi kemampuan ekonominya. Dengan demikian kemampuan ekonomi (pendapatan) mereka akan bertambah semakin besar. Dengan
pertambahan kemampuan ekonomi (pendapatan) tersebut diharapkan ketidakmerataan pendapatan antara masyarakat kecil dengan masyarakat menengah ke atas akan semakin diperkecil. Hal ini berarti bahwa ketidakmerataan pendapatan akan diperkecil dengan adanya peningkatan pendapatan rakyat kecil
yang dibina melalui koperasi.

3. Koperasi dan Pengangguran
Apabila koperasi dapat berkembang di setiap wilayah kecamatan di seluruh Indonesia, dan benar-benar mampu membina kegiatan ekonomi rakyat di sekitarnya, tentu koperasi akan dapat menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat di sekitarnya. Apalagi jika kegiatan ekonomi (produksi dan distribusi)
anggotanya dapat berkembang dengan adanya pembinaan koperasi, niscaya kegiatan ekonomi anggota tersebut juga akan menciptakan lapangan kerja tersendiri. Dengan demikian melalui koperasi yang dikelola secara benar dan profesional diharapkan akan diikuti dengan penciptaan-penciptaan lapangan kerja, dan pada akhirnya akan mengurangi pengangguran.

4. Koperasi dan Inflasi
Sebelumnya perlu kita ketahui terlebih dahulu penyebab terjadinya inflasi. Pada umumnya inflasi terjadi sebagai akibat adanya ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran komoditi. Permintaan komoditi terus meningkat, sedangkan penawarannya tetap atau malah berkurang. Permintaan komiditi
masyarakat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat. Sementara itu penawaran komoditi dipengaruhi oleh produksi yang diselenggarakan oleh masyarakat. Dalam keadaan inflasi penawaran komoditi harus terus ditingkatkan agar harga komoditi tidak menaik. Untuk meningkatkan penawaran komoditi diperlukan perluasan produksi. Koperasi merupakan salah satu badan usaha yang
sangat potensial untuk melakukan perluasan produksi, karena jumlah koperasi yang sangat banyak dan variasi komoditinya pun sangat banyak. Apabila koperasi dikelola secara benar dan profesional, dengan memperhatikan prinsip-prinsip koperasi (keadilan, kemandirian, pendidikan, dan kerja sama), maka tidak
mustahil bahwa koperasi akan dapat mempercepat perluasan produksi. Dengan perluasan produksi yang dibantu oleh koperasi ini diharapkan penawaran komoditi akan terus meningkat, dan pada akhirnya akan dapat mengendalikan kenaikan harga komoditi (inflasi).

5. Koperasi dan ketergantungan terhadap luar negeri
Dalam kasus ini, tampaknya koperasi tidak mampu berbuat lebih banyak. Ketergantungan ekonomi terhadap luar negeri cenderung lebih dipengaruhi oleh faktor politik luar negeri pemerintah kita. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang terkait dengan luar negeri, khususnya yang menyangkut utang luar negeri cenderung dipengaruhi oleh faktor kekurangmampuan pemerintah dalam mengelola politik luar negeri. Oleh karena itu terhadap permasalahan ini, koperasi cenderung tidak mungkin diikutsertakan untuk memecahkan permasalahan tersebut. Namun demikian terhadap keempat permasalahan
perekonomian nasional seperti dipaparkan di atas, koperasi masih bisa diharapkan untuk berperan-serta mengatasinya.

E. Kesimpulan
Sebagai suatu sistem ekonomi, koperasi memiliki karakteristik sosialis dan liberalis, di mana karakter sosialis cenderung lebih dominan. Karakter koperasi ini tampaknya tidak berbeda dengan karakter budaya bangsa Indonesia, karena koperasi pada dasarnya memang merupakan kristalisasi dari budaya sosial-ekonomi bangsa Indonesia. Dengan karakternya tersebut, koperasi memiliki keunggulan untuk menjadi solusi permasalahan perekonomian bangsa Indonesia. Oleh karena itu, apabila sistem
ekonomi koperasi diterapkan secara konsekuen dan berkelanjutan, Insya Allah permasalahan ekonomi yang sampai saat ini masih membelenggu bangsa Indonesia, secara perlahan-lahan akan dapat teratasi.
Demikian sekelumit paparan tulisan yang mencoba mengaitkan koperasi dengan permasalahan ekonomi di Indonesia. Mudah-mudah tulisan ini dapat menjadikan wacana bagi kita semua untuk mengingat dan menengok kembali koperasi sebagai suatu kekuatan ekonomi yang berada di negeri ini. Kekuatan ekonomi yang diharapkan mampu memecahkan permasalahan ekonomi bangsa Indonesia.