Wednesday, October 3, 2012

Artikel Permasalahan Wilayah



KASUS :
Kampung Kumuh Tak Pernah Pupus
Senin, 30 April 2012, Sumber : shnews.co



JAKARTA – Kampung Apung, Kelurahan Kapuk, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat menjadi salah satu contoh dari sekian banyak perkampungan kumuh di Ibu Kota Jakarta.

Urbanisasi menjadi asal muasal lahirnya perkampungan kumuh.

                Padahal, wilayah ini pernah meraih predikat sebagai kampung paling rapi, bersih, dan indah se-Jakarta Barat pada 1980-an. Tetapi, kini daerah tersebut kumuh dengan bau busuk yang menyengat hidung akibat limpahan air yang tidak pernah surut sejak 22 tahun lalu.
                Yani, warga RT 10 RW 01 Kampung Apung, masih ingat bagaimana suasana kampungnya di era 1980-an yang pernah menjadi kampung terbaik tersebut. Menurutnya, pada tahun itu kampung yang awalnya bernama Kampung Bulak Teko itu tidak pernah tersentuh genangan air. Namun, sejak berdirinya puluhan pabrik yang mengapit kampungnya, saluran air pun tidak berfungsi.
                Menurutnya, warga sudah bosan dengan janji-janji sejak Jakarta dipimpin Gubernur Surjadi Soedirja hingga kini Gubernur Fauzi Bowo. ”Hingga kini penderitaan kampung kami belum berakhir. Kami berharap siapa saja yang memimpin Jakarta dapat mengembalikan kondisi kampung seperti semula,” tuturnya.
                Lain lagi dengan cerita Mukhsin, warga RW 08, Kelurahan Kali Anyar, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat. Kampungnya menjadi kumuh akibat serbuan pendatang baru selepas Lebaran. Akibatnya, Kelurahan Kali Anyar kini berpredikat sebagai kawasan terpadat di Asia Tenggara. Menurutnya, “tumpukan” manusia memenuhi gang-gang sempit di sekitar rumahnya sehingga menjadikan lingkungan sekitar terlihat kotor dan kumuh.
                Dia menjelaskan, pada Lebaran penduduk asli daerah tersebut terlihat jelas. “Baru pada saat itu, kampung kami agak terlihat tertata,” ujarnya. Dia juga menambahkan, warga Kali Anyar membutuhkan seorang gubernur yang tegas dan bisa menata dengan baik permukiman mereka.
                Sudin Perumahan dan Gedung Pemda Jakarta Barat mencatat, luas permukiman kumuh di Jakarta Barat mencapai 449,50 hektare atau 3,37 persen dari total luas wilayah Jakarta Barat seluas 12.491,9 hektare. Jumlah penduduk yang hidup di permukiman kumuh mencapai 147.593 jiwa.
                Sementara itu, jumlah RW kumuh di Jakarta Barat sebanyak 95 RW dari total 578 RW yang ada di Jakarta Barat. Predikat kecamatan yang paling banyak RW kumuhnya masih dimiliki Kecamatan Tambora sebanyak 35 RW. Dari 95 RW yang masuk kategori kumuh, 19 RW Kumuh sangat ringan, 18 RW kumuh ringan, 48 RW kumuh sedang, dam 10 RW kumuh berat.
                Kepala Seksi Teknis Perencanaan dan Permukiman Sudin Perumahan dan Gedung Pemda Jakarta Barat, Hendri, kepada SH mengatakan, untuk mengatasi permukiman kumuh yang berada di Jakarta Barat, pihaknya hanya berwenang memperbaiki keadaan jalan MHT dan saluran air di pemukiman kumuh.
                “Dalam Pemukiman kumuh itu, tidak hanya ada masalah perumahan. Masalah sampah, pembuangan limbah, kepadatan bangunan, dan penataan kota juga menjadi persoalan. Semua itu perlu kerja sama antarinstansi. Kami tidak bisa bekerja sendiri,” tuturnya.
                Untuk menekan jumlah permukiman kumuh pihaknya pada 2012 berencana membangun rumah susun tepat di daerah Daan Mogot, Kilometer 18. Dia menjelaskan, nantinya rumah susun akan dibuat empat blok, yang masing-masing setiap bloknya terdapat 80–100 unit rumah. Pengerjaannya rencananya akan selesai pada 2013.



ARGUMENTASI :

            Permasalahan kewilayahan tidak akan pernah habis untuk dibahas, karena permasalahan kewilayahan merupakan permasalahan yang sangat serius dimana permasalahan ini mempengaruhi segala aspek kehidupan manusia di muka bumi ini.  
            Salah satu dari permasalahan kewilayahan yang saya ambil adalah kawasan yang kumuh dan sempit. Meluasnya kawasan kumuh merupakan permasalahan yang memerlukan perhatian khusus dari Pemerintah. Ada banyak indikator-indikator yang menyebabkan meluasnya kawasan kumuh seperti urbanisasi yang tak seimbang dengan luasnya daerah, pembangunan pabrik industri yang dekat dengan rumah penduduk sehingga membuat daerah menjadi kumuh dan kotor, serta tata kelola daerah yang kurang efektif.
            Adanya arus urbanisasi yang terjadi secara besar-besaran dari suatu wilayah ke wilayah lainnya yang pada umumnya dari desa ke kota merupakan salah satu penyebab dari keberadaan pemukiman kumuh. Alasan perpindahan penduduk ini adalah ingin mengais rejeki dan mencari peruntungan di kota. Mungkin saja melihat tetangga mereka yang tinggal di kota menjadi maju, sehingga mereka pun tertarik untuk ke kota. Selain itu karena tata kelola pembangunan daerah yang tak merata artinya kesejahteraan setiap daerah yang tak seimbang. Misalkan di desa mereka memiliki tingkat kesejahteraan yang rendah dibandingkan di daerah perkotaan yang memiliki tingkat kesejahteraannya lebih tinggi sehingga membuat mereka lebih tertarik pindah ke kota.
            Pada kenyataannya, ternyata tidak semudah apa yang dibayangkan. Kehidupan di perkotaan memiliki persaingan yang cukup ketat. Tanpa memiliki keahlian khusus atau skill, maka akan sulit untuk dapat bersaing dengan lainnya. Akibatnya mereka yang memiliki modal pas-pasan banyak yang beralih pekerjaan ke sektor informal dan bagi mereka yang tak memiliki modal atau tidak memiliki keahlian sama sekali akhirnya banyak beralih melakukan kejahatan, sehingga tingkat kriminalitas di perkotaan menjadi meningkat.
            Luasan kawasan kumuh di ibukota Jakarta cenderung terus meningkat setiap tahunnya sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan makin tidak terkendalinya pertumbuhan kota-kota besar yang menjadi penarik meningkatnya arus migrasi ataupun urbanisasi. Selama persoalan urbanisasi tidak mampu diatasi, selama itu pula permukiman kumuh tetap akan menjadi masalah mengikuti lajunya pembangunan.
            Untuk menangani masalah pemukiman kumuh tidaklah segampang membalikkan telapak tangan. Hal tersebut dikarenakan laju pertumbuhan pendudukan yang kian terus meningkat sehingga terjadinya lonjakan penduduk yang meningkat akibatnya pada pemukiman penduduk menjadi lebih padat dan kumuh, serta tata pengelolaan daerah yang kurang efektif sehingga membuat meningginya urbanisasi. Setidaknya kita dapat mengatasi hal tersebut dengan cara kerjasama antara pemerintah dan masyarakat itu sendiri, supaya memperoleh kesinambungan yang signifikan.
            Menurut saya, untuk menghadapi permasalahan-permasalahan tersebut perlu dengan sebuah perencanaan yang matang guna menghindari terjadinya kesalahan besar dengan mencari solusi-solusi yang tepat pada sasaran kinerja. Ada beberapa solusi yang tepat untuk menangani masalah tersebut yaitu dengan perencanaan untuk menata kembali pembangunan daerah yang lebih seimbang sehingga tingkat kesejahteraan di daerah juga menjadi seimbang. Misalkan mengelola pembangunan di daerah pedesaan yang lebih maju sehingga dapat memperkecil urbanisasi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan tanpa perlu pindah ke kota. Selain itu juga melaksanakan program KB (keluarga berencana) untuk mengurangi lonjakan penduduk yang kian meningkat.
            Selain dari dua solusi di atas, ada juga solusi lain dimana perelokasian daerah pemukiman kumuh itu sendiri. Dengan menggusur permukiman kumuh itu, dan mengganti dengan rumah yang layak huni bagi mereka. Perumahan susun yang bisa dibilang sebagai pengganti dari rumah-rumah mereka, belum bisa memadai. Hal ini dikarenakan harga sewa dari rumah susun tersebut mahal, sehingga tidak terjangkau oleh mereka. Selain itu, kebanyakan rumah-rumah susun yang ada sudah dibeli oleh orang-orang yang mampu, lalu disewakan kembali. Jadi perlu adanya campur tangan dari pemerintah untuk memberikan hunian yang layak untuk mereka dengan catatan mendata mereka yang kurang mampu, dan pelarangan  pembelian rusun kepada orang-orang yang bisa dikatakan mampu.

Hubungan Pendidikan Dengan Lingkungan Sosial



HUBUNGAN PENDIDIKAN DENGAN LINGKUNGAN SOSIAL

LINGKUNGAN PENDIDIKAN
Lingkungan pendidikan merupakan lingkungan tempat berlangsungnya proses pendidikan yang merupakan bagian dari lingkungan sosial. Lingkungan pendidikan dibagi menjadi tiga yaitu:

1. Lingkungan keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama karena manusia pertama kalinya memperoleh pendidikan di lingkungan ini sebelum mengenal lingkungan yang lain. Selain itu manusia mengalami proses pendidikan sejak lahir bahkan sejak dalam kandungan. Pendidikan keluarga dapat dibagi menjadi dua yaitu:
    - pendidikan prenatal (pendidikan dalam kandungan)
    - pendidikan postnatal (pendidikan setelah lahir)

Dasar tanggung jawab keluarga terhadap pendidikan meliputi:
      - Motivasi cinta kasih yang menjiwai hubungan orangtua dengan anaknya.
      - Motivasi kewajiban moral orangtua terhadap anak.
      - Tanggung jawab sosial sebagai bagian dari keluarga.

2. Lingkungan sekolah
Karena perkembangan peradaban manusia, orang tidak mampu lagi untuk mendidik anaknya. Pada masyarakat yang semakin komplek, anak perlu persiapan khusus untuk mencapai masa dewasa. Persiapan ini perlu waktu, tempat dan proses yang khusus. Dengan demikian orang perlu lembaga tertentu untuk menggantikan sebagian fungsinya sebagai pendidik. Lembaga ini disebut sekolah.

Dasar tanggung jawab sekolah akan pendidikan meliputi:
        - tanggung jawab formal kelembagaan
        - tanggung jawab keilmuan
        - tanggung jawab fungsional

3. Lingkungan masyarakat
    Ada 5 pranata sosial (social institutions) yang terdapat di dalam lingkungan sosial yaitu:
    - pranata pendidikan            = bertugas dalam upaya sosialisasi
    - pranata ekonomi               = bertugas mengatur upaya pemenuhan kemakmuran
    - pranata politik                   = bertugas menciptakan integritas dan stabilitas masyarakat
    - pranata teknologi              = bertugas menciptakan teknik untuk mempermudah manusia
    - pranata moral dan etika    = bertugas mengurusi nilai dan penyikapan dalam pergaulan
                                                    masyarakat


HUBUNGAN SEKOLAH DENGAN MASYARAKAT
1. Hubungan transaksional antara sekolah dengan masyarakat
    * Sekolah sebagai partner masyarakat dalam melakukan fungsi pendidikan.
    * Sekolah sebagai produsen yang melayani pesanan-pesanan pendidikan dari masyarakat.
    Caranya:
·         aktivitas kurikuler para siswa (mengumpulkan bahan pengajaran dari masyarakat, kegiatan pengabdian pada masyarakat, magang, dsb)
·         aktivitas para guru  (kunjungan ke rumah siswa, dll)
·         kegiatan ekstrakurikuler (melakukan kegiatan ekstrakurikuler dengan melibatkan masyarakat)
·         kunjungan orangtua/anggota masyarakat ke sekolah (saat kenaikan kelas, ultah sekolah, dsb)
·         melalui media massa (publikasi mengenai kegiatan sekolah lewat televisi, dsb)

2. Hubungan transmisif dan transformasif
          Hubungan transmisif terjadi manakala sekolah berperan sebagai pewarisan kebudayaan. Hubungan transformasif terjadi manakala sekolah berperan sebagai agen pembaharu dalam kebudayaan masyarakat.
                                                                Caranya:
·   Reproduksi budaya     : Siswa diajarkan untuk menggali unsur-unsur budaya yang telah ada dalam masyarakatnya.
·      Difusi kebudayaan      :   Siswa diajarkan agar dapat menyebarluaskan unsur-unsur yang dinilai positif dan belum berkembang dalam masyarakatnya.
·         Berpikir kreatif            :   Berpikir alternatif, berani “tampil beda”.

Lingkungan masyarakat merupakan tempat berbaurnya semua komponen masyarakat, baik dari agama, etnis keturunan, status ekonomi maupun status sosial. Pengaruh yang ada di masyarakat dapat mempengaruhi anak terhadap dunia pendidikan. Dengan demikian dalam pergaulan sehari-hari antara anak dengan anak dalam masyarakat juga ada yang setaraf dan ada yang lebih lebih dewasa dalam bidang tertentu.
Dalam bergaul anak harus memilah teman yang akan diajak bergaul, jangan sampai salah memilih teman yang tiak beretika dan tidak sopan sesuai dengan norma yang ada di masyarakat.
Kontrol dari masyarakat juga akan membantu dalam meningkatkan peran dan minat dalam berpendidikan. Tanpa adanya ikut serta maka mustahil pendidikan akan dapat berkembang. Sehingga antara orang tua dan masyarakat harus saling memberikan dukungan dan masukan sehingga dapat tercapai pendidikan sesuai dengan permintaan masyarakat. Seiring dengan peningkatan mutu pendidikan maka pendidikan harus menyesuaikan dengan permintaan masyarakat agar pendidikan dapat tercapai dan dapat meningkatkan SDM.

Pendidikan, Pengaruh lingkungan sosial, Tingkah laku pada Pembentuk Moral Anak
Moral dan karakter anak terbentuk dari berbagai macam pola. Diantaranya adalah lingkungan disekitarnya. Berikut beberapa hal yang memperngaruhi pola, karakter dan perilaku moral anak dari tiga lingkungan utama; lingkungan rumah, lingkungan sekolah, dan lingkungan teman sebaya.
Lingkungan rumah
Perkembangan moral anak akan sangat dipengaruhi oleh bagaimana lingkungan keluarganya. Karenaya, keharmonisan keluarga menjadi sesuatu hal mutlak untuk diwujudkan, misalnya suasana ramah. Ketika keikhlasan, kejujuran dan kerjasama kerap diperlihatkan oleh masing-masing anggota keluarga dalam hidup mereka setiap hari, maka hampir bisa dipastikan hal yang sama juga akan dilakukan anak bersangkutan.
Sebaliknya, anak akan sangat sulit menumbuhkan dan membiasakan berbuat dan bertingkah laku laku baik manakala di dalam lingkungan keluarga (sebagai ruang sosialasi terdekat, baik fisik maupun psikis) selalu diliputi dengan pertikaian, pertengkaran, ketidakjujuran, kekerasan, baik dalam hubungan sesama anggota keluarga ataupun dengan lingkungan sekitar rumah.
Demikian pula status sosio—ekonomi. Status sosio-ekonomi, dalam banyak kasus menjadi sangat dominan pengaruhnya. Ini sekaligus menjadi latar mengapa anak-anak tersebut memutuskan terjun ke jalanan. Namun selain faktor tersebut (ekonomi), masih ada penyebab lain yang juga akan sangat berpengaruh mengapa anak memutuskan tindakannya itu, yakni peranan lingkungan rumah, khususnya peranan keluarga terhadap perkembangan nilai-nilai moral anak, dapat disingkat sebagai berikut: • 1) Tingkah laku orang di dalam (orangtua, saudara-saudara atau orang lain yang tinggal serumah) berlaku sebagai suatu model kelakuan bagi anak melalui peniruan-peniruan yang dapat diamatinya. • 2) Melalui pelarangan-pelarangan terhadap perbuatan-perbuatan tidak baik, anjuran-anjuran untuk dilakukan terus terhadap perbuatan-perbuatan yang baik misalnya melalui pujian dan hukuman. • 3) Melalui hukuman-hukuman yang diberikan dengan tepat terhadap perbuatan-perbuatan yang kurang baik atau kurang wajar diperlihatkan, si anak menyadari akan kerugian-kerugian atau penderitaan-penderitaan akibat perbuatan-perbuatannya.
Lingkungan sekolah Intensifikasi dan modifikasi dasar-dasar kepribadian dan pola-pola sikap untuk yang telah diperoleh melalui pertumbuhan dan perkembangan akan dialami secara meluas apabila si anak memasuki sekolah. Corak hubungan antara murid dengan guru atau murid dengan murid, banyak mempengaruhi aspek-aspek kepribadian, termasuk nilai-nilai moral yang tinggi bilamana kelompok itu sendiri sudah mempunyai norma-norma yang baik pula.
Lingkungan teman-teman sebaya Makin bertambah umur, si anak makin memperoleh kesempatan lebih luas untuk mengadakan hubungan-hubungan dengan teman-teman bermain sebaya. Sekalipun dalam kenyataannya perbedaan-perbedaan umur relatif besar tidak menjadi sebab tidak adanya kemungkinan melakukan hubungan-hubungan dalam suasana bermain.
Makin kecil kelompoknya, dimana hubungan-hubungan erat terjadi, makin besar pengaruh kelompok itu terhadap anak, bila dibandingkan dengan kelompok itu terhadap anak, bila dibandingkan dengan kelompok yang besar anggota-anggota kelompoknya tidak tetap.[1] Terkait dengan tingkat perkembangan anak yang banyak ditentukan dan dipengaruhi lingkungan sekitarnya, Abu Ahmadi, dalam bukunya “Psikologi Perkembangan” menjelaskannya dengan teori interaksionisme.
Teori ini mengatakan bahwa perkembangan jiwa atau perilaku banyak ditentukan oleh adanya proses dialektik dengan lingkungannya. Adapun yang dimaksud dengan adanya dialektik dengan lingkungan adalah bahwa perkembangan kognitif anak bukan merupakan sesuatu yang lahir dengan sendirinya, tapi ini dipengaruhi oleh faktor lingkungannya. Analisa lain terkait dengan perkembangan moral juga sempat disinggung oleh Syamsu Yusuf LN, dalam bukunya “Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja”, sebagai berikut:
a. Konsistensi dalam mendidik anak
b. Sikap orangtua dalam keluarga
c. Penghayatan dan pengamalan agama yang dianut
d. Sikap konsisten orangtua dalam menerapkan norma


Lingkungan Sosial (non fisik) Pendidikan

Lingkungan sosial (non fisik) pendidikan sekolah sangatlah luas.Mulai dari hubungan sosial dalam diri sekolah itu sendiri, hubungan sosial dengan orang tua siswa, hubungan sekolah dengan petugas kesehatan,hubungan sekolah dengan pengawas pendidikan, hubungan sekolahdengan pejabat pemerintah, dan hubungan sekolah dengan masyarakatsekitarnya, semuanya mempunyai pengaruh terhadap proses belajar mengajar.Lingkungan sosial yang terdapat dalam diri sekolah itu sendiri ketika proses belajar mengajar adalah hubungan antara kepala sekolah dengan guru, hubungan guru dengan guru, hubungan guru dengan siswa, hubungan siswa dengan siswa, hubungan pegawai dengan pegawai dan sebagainya.Hubungan harmonis harus tercipta diantara para personil sekolah dalam rangka untuk menciptakan iklim sekolah yang positif. Intinya, kepada bawahan dan siswa ingin mencerdaskan, memberikan kasih sayang sebagaimana orang tua terhadap anaknya, dan memberikan perlindungan terhadap gangguan yang bisa menghambat kelancaran proses belajar mengajar. Sekolah yang unggul pasti dipimpin oleh kepemimpinan yang berpotensi tinggi.

Bagaimana relevansi atau hubungan lingkungan hidup dengan lembaga pendidikan?
Sepintas lalu, hubungan lingkungan hidup dengan lembaga pendidikan mungkin tidak nampak. Namun kalau dipikirkan secara lebih mendalam, lingkungan hidup sebenarnya merupakan konsep yang sangat relevan bagi lembaga pendidikan ditinjau dari berbagai segi.
Pertama, dipandang dari segi luas, lembaga pendidikan hanya berarti dalam konteks lingkungan hidup. Pada intinya, lembaga pendidikan adalah proses yang menyangkut hubungan manusia dengan lingkungan sekitarnya. Tanpa lembaga pendidikan manusia jadi terpisah darilingkungan. Namun tanpa lingkungan, lembaga pendidikan menjadi kegiatan yang tidak relevan. Dengan kata lain, manusia membentuk lembaga pendidikan karena perlu mengadakan hubungan dengan lingkungannya, meskipun caranya berbeda tergantung lingkunganyang dihadapi, umpamanya dengan lingkungan sosial tertentu.
Kedua, secara langsung atau tidak, sebagian besar lembaga pendidikan manusia sebenarnya menyangkut atau bertitik tolak pada informasi tentang lingkungannya, baik mengenai benda fisik dan komponen lingkungan itu. Prinsipnya yang mengatur hubungan antara komponen tersebut, proses dan cara kerjanya, ataupun gagasan dan keinginan yang ada dalam otak manusia mengenai bagaimana seharusnya lingkungan itu.
Berkaitan erat dengan ini adalah relevansi lingkungan yang ketiga, yaitu dari segi fungsi lembaga pendidikan. Seperti yang dikemukakan banyak pakar, bahwa salah satu fungsi penting lembaga pendidikan bagi manusia dalam masyarakat adalah pengamatan lingkungan.