Saturday, June 2, 2012

Cleaning Data


CLEANING DATA

Dalam bahasa Indonesia kita bisa mengartikannya secara harfiah sebagai pembersihan data. Namun dalam bahasa penelitian kita menyebutnya penyederhanaan data. Kegiatan ini adalah kegiatan yang dimaksudkan agar data dapat dipakai sebagai data yang mudah dianalisis dengan meringkas data. Peringkasan dilakukan dengan cara menggolong-golongkan ratusan aneka macam jawaban ke dalam kategori-kategori yang jumlahnya terbatas. Dalam proses ini jelas dimungkinkan hilangnya beberapa informasi yang dimiliki oleh data.
Seperti yang terpapar di atas tadi, data yang di peroleh disusun sedemikian rupa sehingga dipunyai data yang teratur. Keteraturan dan kerapian data dibentuk melalui cara memberikan simbol angka atau kode terhadap data penelitian kita. Dalam mengolah keteraturan data kita masih harus berpedoman pada tujuan dan pokok permasalahan yang di ajukan dalam proposal penelitian. Maka kita tidak dapat secara sembarangan mengolah data. Kita tidak dapat mengubah data sehingga mengacaukan hasil penelitian yang tentunya berdampak pada tujuan dan pokok permasalahan. Tahap persiapan data sampai ke pembentukan, memang aktivitas pengubahan data. Namun pengubahan yang prosedural dan sistematis sesuai dengan tujuan penelitian. Kita mengubah data yang dapat berupa kalimat atau katakata ke dalam sebuah simbol, bisa berwujud huruf atau angka, dalam rangka generalisasi untuk memperoleh kesimpulan dalam analisis data. Pengubahan semacam ini adalah pengubahan yang bertanggung jawab.
Proses cleaning data sebenarnya masih termasuk dalam proses koding, hanya koding dalam tataran lebih lanjut. Dalam proses cleaning data, kodekode yang telah di siapkan untuk diberikan atau disimbolkan pada data mulai kita jalankan dengan proses yang selektif. Artinya, kita mengklasifikasikannya secara lebih ketat dan di sesuaikan dengan instrument penghitungan data yang di gunakan. Memang proses ini dapat menghilangkan beberapa informasi. Namun, data yang kemudian telah disederhanakan dapat memberikan gambaran yang lebih luas dan mungkin mendalam kepada kita. Informasi yang hilang sebagai dampak dari cleaning data, bisa di catat sebagai bahan masukan dalam catatan tambahan dan refleksi hasil penelitian kita.


DAFTAR PUSTAKA


Malo, Manasse ,dkk , 2002 . Metode Penelitian Kuantitatif . Universitas Terbuka . Jakarta.

Diakses Tanggal 15 Mei 2012, Waktu 5.20 WIB, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31472/1/Appendix.pdf

Diakses Tanggal 15 Mei 2012, Waktu 5.30 WIB,
http://www.pustaka.ut.ac.id/reader/index.php?modul=SOSI4311

Diakses Tanggal 15 Mei 2012, Waktu 5.25 WIB,
http://www.pustaka.ut.ac.id/fisip/sosiologi/1039-sosi4311-metode-penelitian-kuantitatif.html



Recording Data


RECORDING DATA
Recording data adalah proses perekaman atau pengkoleksian data dalam sebuah wahana yang dapat memaparkan hasil penelitian kita. Wahana, tersebut dapat berupa komputer atau wahana lainnya.
Khusus pengolahan data yang menggunakan komputer, peneliti harus benar-benar memperhatikan cara pembuatan kode atau simbol angka untuk kategori-kategori jawabannya. Ada variabel yang kategorinya sederhana, yakni hanya membutuhkan satu simbol angka, tetapi ada juga suatu. Variabel yang membutuhkan lebih dari sembilan kategori sehingga simbol. atau kode yang diperlukan dua angka. Contoh variabel yang kategorinya sederhana adalah bila opsi jawabannya 'ya' atau 'tidak'. Contoh yang tidak sederhana apabila opsi jawabannya lebih dari sembilan seperti jawaban akan pertanyaan mengenai pekerjaan yang jawabannya mengarah langsung pada profesi yang digeluti seperti penjahit, montir, petani, buruh, supir, pegawai swasta, pegawai negeri sipil, ABRI, dan lain sebagainya. Selain itu contoh yang tidak sederhana menyangkut dengan pertanyaan yang jawabannya berupa angka, seperti besar penghasilan tiap bulan. Jadi variabel yang penyimbolannya tidak sederhana ada dua sejauh ini yaitu: yang berkaitan dengan kategori jawaban yang lebih dari sembilan dan kategori jawaban yang berkaitan dengan angka (seperti gaji atau upah).
Dalam melakukan pengolahan seperti di atas kita memerlukan buku kode yang menjadi pedoman yang menuntun kita dalam mengkode data penelitian. Buku kode tersebut disusun berdasarkan tujuan penelitian kita. Berikut kita akan mencermati penyususn buku kode.
Buku kode digunakan sebagai pedoman oleh pengkode untuk memindahkan jawaban pertanyaan yang ada dalam kuesioner ke lembaran kode. Selanjutnya, buku kode bisa juga digunakan sebagai kunci oleh penganalisis data untuk mencari variabel yang akan dipakai dalam analisis data dan kemudian untuk membaca tabulasi data. Dalam pengolahan data, jawaban-jawaban responden yang sudah berbentuk simbol angka/kode membutuhkan suatu format khusus agar dapat diolah dengan komputer. Di samping itu, format khusus atau yang disebut sebagai lembaran kode dibutuhkan guna penyimpanan data. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi hilangnya daftar pertanyaan suatu saat. Lembar kode bisa kita susun sendiri sedemikian rupa sehingga sesuai dengan yang dibutuhkan. Atau ada juga lembaran kode yang biasa digunakan dalam mengolah data komputer.





DAFTAR PUSTAKA


Malo, Manasse ,dkk , 2002 . Metode Penelitian Kuantitatif . Universitas Terbuka . Jakarta.

Diakses Tanggal 15 Mei 2012, Waktu 5.20 WIB, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31472/1/Appendix.pdf

Diakses Tanggal 15 Mei 2012, Waktu 5.30 WIB,
http://www.pustaka.ut.ac.id/reader/index.php?modul=SOSI4311

Diakses Tanggal 15 Mei 2012, Waktu 5.25 WIB,
http://www.pustaka.ut.ac.id/fisip/sosiologi/1039-sosi4311-metode-penelitian-kuantitatif.html

Coding Data


KODING DATA

Proses koding data adalah usaha penyederhanaan data penelitian. Proses ini di jalankan dengan membuat kode untuk masing-masing kategori jawaban. Keuntungan yang didapat adalah mempermudah dan mempercepat analisis serta mempermudah penyimpanan data yang ada.
Dalam koding data perlu diperhatikan sistem pengkodean berdasarkan jenis pertanyaan. Terdapat dua macam sistem pengkodean yang berbeda yaitu terhadap jawaban pertanyaan tertutup dan terhadap jawaban pertanyaan terbuka. Sistem lain yang lebih terperinci adalah berdasarkan jenis pertanyaan. Tahap selanjutnya adalah cleaning data. Pada tahap ini, supaya data mudah dianalisis, data yang ada diringkas. Tentunya terdapat informasi yang hilang, namun usaha ini pada hakikatnya dilakukan untuk mengecek dan menghilangkan data-data yang tidak perlu atau dapat merusak pengolahan data.
Di sini setiap macam jawaban mempunyai angka kode tersendiri. Pada pertanyaan tertutup, simbol tersebut sudah ditentukan, misalnya jawaban "YA" diberi kode 1 dan TIDAK" diberi kode 0. Pada pertanyaan terbuka si peneliti terlebih dahulu perlu membuat kategori-kategori, baru kemudian masing-masing kategori jawaban diberi simbol angka. Dapat dikatakan secara singkat bahwa, tahap-tahap pertama dalam koding adalah mempelajari jawaban-jawaban responden, memutuskan perlu tidaknya dikategorikan lebih dahulu dan memberi simbol angka pada jawaban-jawaban tersebut. Tahap-tahap itu harus dilakukan untuk setiap pertanyaan atau variabel dalam kuesioner, satu demi satu. Cara pemberian simbol angka tertentu untuk tiap jawaban merupakan isi pokok sebuah buku kode.

Sistem Pengkodean Berdasarkan Jenis Pertanyaan
Ada dua macam sistem pengkodean, yaitu:
1.      Jawaban pertanyaan tertutup yang isinya sudah ditentukan dan responden tinggal memilih salah satu atau lebih dari jawaban yang tersedia.
2.      Jawaban pertanyaan terbuka yang isinya belum ditentukan.

Di samping itu, ada juga sistem lain lebih terperinci berdasarkan jenis pertanyaan (WFS. Central Staff, 1976:41) yaitu untuk:
1.      Pertanyaan yang jawabannya berupa angka (number/value question).
2.      Pertanyaan tertutup (fixed alternative /closed question).
3.      Pertanyaan setengah terbuka (semi open ended question).
4.      Pertanyaan terbuka (open ended question)
5.      Pertanyaan tertutup yang jawabannya bisa dipilih lebih dari satu (multi
coded questions).
Dalam membuat kategori jawaban dan kode perlu diperhatikan hal-hal berikut ini:
1.      Kategori jawaban harus tegas perbedaannya, sehingga tidak ada tumpang tindih antara kategori jawaban yang satu dengan yang lain.
2.      Jumlah jawaban dalam kategori lain-lain harus kecil, karena kalau jumlahnya besar, misalnya lebih dari 10%, banyak data yang kabur. Artinya perlu dibuat kategori tambahan lagi.



Malo, Manasse ,dkk , 2002 . Metode Penelitian Kuantitatif . Universitas Terbuka . Jakarta.


Diakses Tanggal 15 Mei 2012, Waktu 5.30 WIB,

Diakses Tanggal 15 Mei 2012, Waktu 5.25 WIB,
http://www.pustaka.ut.ac.id/fisip/sosiologi/1039-sosi4311-metode-penelitian-kuantitatif.html
 

Editing Data


EDITING DATA

Tahap editing data atau yang disebut juga tahap pemeriksaan data adalah proses peneliti memeriksa kembali data yang telah terkumpul untuk mengetahui apakah data yang terkumpul cukup baik dan dapat diolah dengan baik.

Dalam editing terhadap jawaban-jawaban tersebut perlu memperhatikan hal-hal berikut.
1.  Lengkapnya Pengisian,
Kuesioner harus diisi lengkap. Setiap pertanyaan yang diajukan harus ada jawabannya, sekalipun jawaban itu berbunyi "TIDAK TAHU" atau "TIDAK ADA PENDAPAT" atau ""TIDAK MENJAWAB". Apabila ada yang kosong, tentu pewawancara lupa menanyakan pertanyaan tersebut atau lupa menulis jawabannya. Maka, jangan sampai ada kolom jawaban yang kosong. Jawaban yang kosong akan menimbulkan kebingungan dalam pengkodean (langkah berikutnya yang nanti akan Anda pelajari).

2.  Tulisan yang Jelas/kejelasan Tulisan
Tulisan yang buruk atau acak-acakan atau sukar dibaca dapat mempersulit pengolahan data. Kesulitan ini dapat membuat peneliti salah dalam menangkap maksud jawaban, sehingga jawaban yang didapat akan sia-sia, terutama untuk jawaban terhadap bentuk-bentuk pertanyaan terbuka. Maka tulisan sedapat mungkin jelas (kalau bisa huruf cetak).

3. Kejelasan Makna Jawaban
Untuk meneliti hal ini perlu dilihat apakah pewawancara menuliskan jawaban dengan susunan yang rapi dan tulisan yang jelas. Susunan yang rapi adalah bahwa si pewawancara menuliskan jawaban dengan pola kalimat yang lengkap, jelas dan logis, kalau bisa sistematis. Ada yang diterangkan dan ada yang menerangkan.

4.  Konsistensi/keajegan dan kesesuaian antar jawaban.
Ini juga harus diperhatikan. Apakah jawaban-jawaban responden yang dicatat pewawancara cukup logis dan sesuai antara jawaban di pertanyaan yang satu dengan jawaban lain di pertanyaan yang lain? Penyebabnya mungkin saja responden berusaha menutup-nutupi sesuatu atau boleh jadi si pewawancara kurang kritis, kurang teliti mencatat jawaban atau bahkan malas untuk menanyakan lebih lanjut.
5.  Relevansi jawaban
Apabila pewawancara kurang cakap merumuskan pertanyaan yang diajukan, maka responden sering kali memberi jawaban yang ternyata tidak atau kurang bersangkutpaut dengan persoalan sebenarnya.

6.  Keseragaman Kesatuan Data
Dalam contoh itu terlihat bahwa pertanyaan dan jawaban tentu tidak relevan sehingga data/jawaban itu berbeda dengan maksud pertanyaan sebenarnya. Maka, pertanyaan tersebut tentu saja tidak dapat diolah karena jawaban tersebut tidak relevan.
Data harus dicatat dalam satuan-satuan yang seragam. Apabila tidak, kesalahan-kesalahan dalam pengolahan dan analisis data mungkin sekali akan terjadi. Bila data mengenai luas tanah, misalnya, sudah ditetapkan untuk diukur dalam satuan hektar; jangan kemudian pada kuesioner itu ditulis lagi dalam satuan ukuran lain (meter persegi, are, atau lainnya).
Pada waktu editing, apabila dalam kuesioner itu ditemui adanya cacat yang ditimbulkan oleh karena kurang diperhatikannya hal-hal di atas, maka biasanya editor berkewajiban mengembalikan kuesioner tersebut kepada pewawancara. Pewawancara bersangkutan lalu berkewajiban memperbaiki kekurangsempurnaan pengisiannya itu. Kalau perlu, penyempurnaan tersebut dilakukan dengan jalan mengulang kembali wawancara (observasi kembali).

 
DAFTAR PUSTAKA


Malo, Manasse ,dkk , 2002 . Metode Penelitian Kuantitatif . Universitas Terbuka . Jakarta.


Diakses Tanggal 15 Mei 2012, Waktu 5.30 WIB,

Diakses Tanggal 15 Mei 2012, Waktu 5.25 WIB,
http://www.pustaka.ut.ac.id/fisip/sosiologi/1039-sosi4311-metode-penelitian-kuantitatif.html